Selasa, 14 Februari 2017

Contoh Kajian Drama Indonesia: Naskah Drama Suara-suara Mati Karya Manuel Van Loggem



NASKAH DRAMA SUARA-SUARA MATI KARYA MANUEL VAN LOGGEM:
Analisis Psikologis Tokoh Suami

oleh:
Elsan Nasrillah

Abstrak
Naskah Drama Suara-suara Mati merupakan naskah drama terjemahan  karya Manuel Van Loggem. Naskah drama ini memiliki kualitas psikologis yang begitu kuat. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah: bagaimana aspek psikologis tokoh Suami dalam hubungannya dengan tokoh-tokoh lain dan faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya aspek psikologis tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan menganalisis karya sastra yang menjadi objek kajian psikologis, sehingga dapat ditemukan aspek-aspek psikologis yang terdapat dalam naskah drama tersebut. Hasil pembahasan menemukan bahwa tokoh suami dalam naskah drama Suara-suara Mati ini memiliki kualitas psikologis yang kuat.

Kata Kunci: tokoh Suami, psikologi sastra, naskah drama Suara-suara Mati.


I.     PENDAHULUAN
Drama merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai karakteristik dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukan. Baik dimensi sastra maupun dimensi seni pertunjukan keduanya sama sama merupakan sebuah karya sastra. Pada dasarnya, meskipun sebuah karya sastra berbentuk fiksi tapi tetap karya sastra adalah tiruan dari kehidupan nyata. Cerita yang dikemas oleh pengarang tidak terlepas dari pengalaman yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Karya sastra dapat menjadi gambaran kehidupan melalui tokoh-tokoh dalam ceritanya.
Karya sastra merupakan salah satu gejala kejiwaan karena karya sastra yang merupakan hasil dari proses kreatif pengarang yang secara sadar atau tidak sadar menggunakan teori psikologi. Tokoh-tokoh dalam karya sastra menggambarkan tingkah laku yang sesuai dengan segi kehidupannya. Dari tingkah laku tersebut dapat dilihat gejala-gejala kejiwaan yang berbeda antara satu tokoh dengan tokoh yang lain. Demikian juga halnya dengan naskah drama Suara-suara Mati karya Manuel Van Loggem.
Pada dasarnya penelitian ini mengacu pada penelaahan aspek psikologis tokoh Suami dalam hubungannya dengan tokoh-tokoh lain.

II.  KAJIAN TEORI : PSIKOLOGI SASTRA
Menurut Endraswara (Rejo, 2012) psikologi sastra merupakan kajian yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra merupakan ilmu yang dapat digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaan, baik kejiwaan pengarang, tokoh dalam cerira, maupun pembaca.
Kajian psikologi sastra bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Karya sastra lahir dari masyarakat. Pengarang hidup di tengah-tengah masyarakat dan pengarang menciptakan karya sastranya termasuk tokoh yang ada di dalamnya sebagai proyeksi dari masyarakat.
Pada kajian ini akan fokus menggunakan teori psikoanalisis yang dicetuskan oleh sigmund freud. Freud mengembangkan konsep id, ego dan superego sebagai struktur kepribadian. Hal ini dijelaskan Wiyatmi (2011, hlm. 11) sebagai berikut:

Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian yang primitif dari kepribadian. Kekuatan yang berkaitan dengan Id mencakup insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan pemenuhan dengan segera tanpa lingkungan realitas secara objektif. Freud menyebutnya sebagai prinsip kenikmatan. Ego sadar akan realitas. Oleh karena itu, Freud menyebutnya prinsip realitas. Superego mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Oleh karena itu Freud menyebutnya prinsip moral”.

Berdasarkan uraian di atas, analisis naskah drama Suara-suara Mati dengan menggunakan teori psikologi sastra dilakukan dengan cara mendeskripsikan bagaimana aspek kejiwaan yang dialami tokoh Suami. Teori Psikologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud.

III.   PEMBAHASAN: PSIKOLOGI TOKOH SUAMI DALAM NASKAH DRAMA SUARA-SUARA MATI

a.    Aspek Psikologis Tokoh Suami dalam Naskah Drama Suara-Suara Mati Berdasarkan Teori Kepribadian Sigmund Freud
Tokoh Suami merupakan seorang laki-laki tua. Ia mempunyai seorang Istri yang perbedaan usianya terlampau jauh dengan Suami. Istri masih sangat muda. Usia Suami adalah dua kali umur Istri. Keduanya telah menikah selama dua tahun. Ketika menikah Suami dalam keadaan sehat, tapi saat ini ia sedang mengalami sakit lumpuh. Seperti tampak pada kutipan berikut.
Istri           : Tidakkah kau merasa sakit?
Suami       : Bukan main! Sekarang pun masih terasa.
Istri           : Baiklah. Aku tolong kau.
Istri menuntun Suaminya. Perlahan menuju kursi. Suami meletakkan tongkatnya.
Suami       : Ambilkan surat-surat yang mesti aku kerjakan sekarang. Ingin aku selesaikan sekali.
Istri           : Tidakkah lebih baik kau tangguhkan saja?
Suami       : Tidak! Aku masih punya sisa semangat yang aku kumpulkan untuk berjalan-jalan tadi. Sekarang ingin kuhabiskan.
Istri           : Banyak yang dikerjakan?
Suami       : Hanya beberapa surat yang masih harus kutandatangani. Lainnya sudah kuselesaikan. (Istri mengambil pulpen dari dalam saku baju Suaminya dan memberikannya pada tangan kiri, kemudian dikeluarkan surat-surat dari dalam map)
Suami       : (Tersenyum mengejek campur iba) Kewajiban!? Seperti kita sudah kawin lama saja. Padahal baru dua tahun. (Diam sejenak) Dulu aku sehat. Cuma agak terlampau matang barang kali, di samping keremajaan yang masih hijau. Tapi dulu aku mempunyai anggapan, bahwa orang membutuhkan dua umur perempuan untuk mengisi umur laki-laki. Kiranya bagiku tak sampai memerlukan perempuan kedua, sebab yang pertama saja sudah pusing jiwanya olehku.
Istri           : Waktu kita kawin, aku tak menganggap kau tua.
Suami       : Persis dua kali umurmu. Perkawinan kita ini sudah menjadi rumusan ilmu pasti dengan hasil salah. Dua kali satu sama dengan nol. (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Suami Istri tersebut baru menikah dua tahun yang lalu. saat usia Suami dua kali usia Istri. Saat menikah Suami masih dalam keadaan sehat. Kini Suami dalam keadaan lumpuh. Tangannya susah untuk digerakan, terutama tangan kanan yang benar-benar tak bisa digerakan. Namun, kakinya masih bisa digunakan untuk berjalan meski harus menggunakan tongkat. Suami sering menyibukan hari-harinya dengan menandatangani surat.
Pada awalnya keluarga tersebut berjalan seperti keluarga pada umumnya. Mereka berdua mempunyai seorang Sahabat yang merupakan seorang laki-laki dan usianya sama seperti usia Istri. Ketiganya hidup bahagia. Sahabat sering berkunjung ke rumah Suami dan Istri. Hubungan persahabatan mereka sudah tritunggal, sangat erat dan tak dapat terpisahkan.
Kedekatan antara Sahabat dengan Istri terlihat seperti ada hubungan spesial di mata Suami. Kedekatan tersebut pastinya akan membuat Suami merasa curiga. Suami yang berusia tua melihat Istri yang dekat dengan Sahabat yang sama-sama muda akan terlintas perasaan cemburu, takut kehilangan, dan akhirnya muncul pikiran bahwa ada hubungan gelap antara Istri dan Sahabat. Pikiran tersebut muncul karena Sahabat yang seusia dan terlihat lebih cocok dengan Istri.
Pikiran-pikiran buruk pasti terus bermunculan dalam benak Suami seiring dengan bertambahnya kedekatan Istri dan Sahabat. Suami pasti merasa dikhianati oleh Istri dan juga oleh Sahabat, hingga akhirnya Suami merasa tersakiti.
Setahun yang lalu dan setahun setelah pernikahan Suami dan Istri, mereka dikaruniai seorang anak. Kecurigaan Suami semakin memuncak. Timbul pertanyaan dalam benak suami. Siapakah ayah dari anak yang dilahirkan Istri? Anak dirinya atau justru anak tersebut adalah hasil hubungan gelap antara Istri dan Sahabat.

Suami       : Untunglah aku sudah membuat potret ini. Sekarang aku tak dapat membuatnya lagi. Tanganku tak kuasa lagi memegang alatnya. Tapi potret ini kubuat, dulu ketika anak ini baru lahir, belum dapat diketahui wajahnya, belum dapat dikenal mirip siapa wajahnya…..
Suami       : … Bangga bercampur takjub. Bangga karena kenyataan sekalipun keadaanku begini, masih dapat punya anak. Boleh dikata suatu keajaiban. Kelahiran dari cipta. Seperti dalam dunia wayang saja. Indrajid lahir karena kekuatan cinta. (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Dari kutipan tersebut bisa dilihat bahwa Suami tidak benar-benar percaya bahwa anak yang dilahirkan Istri adalah anaknya. Anak tersebut belum terlihat wajahnya mirip dengan siapa. Dan benar-benar suatu keajaiban yang besar bila anak yang dilahirkan istri itu adalah anak dari Suami, karena keadaan Suami yang lumpuh kecil kemungkinan untuk mempunyai seorang anak.
Suami tidak mengetahui apakah hubungan gelap antara Istri dan Sahabat benar-benar terjadi atau tidak. Namun menurut pemikiran Suami, hubungan gelap tersebut pasti telah terjadi. Suami merasa benar-benar sudah disakiti dan dikhianati. Maka dalam diri Suami timbullah id ingin balas dendam terhadap perbuatan Istri dan Sahabat. Suami ingin agar Istri dan Sahabat merasakan sakit yang Suami rasakan.
Id untuk balas dendam dalam diri Suami sangat kuat sehingga dapat memengaruhi egonya. Superego pada diri Suami adalah hati nuraninya dan kesadaran bahwa orang yang menjadi target balas dendam adalah Istri dan Sahabat yang selama ini hidup bahagia bersama Suami. Dan Suami memiliki kesadaran secara normatif bahwa sebagai seorang Suami harus melindungi dan menyayangi Istri.
Dalam diri Suami terjadi pertentangan antara id dan superego. Id yang terlampau kuat tak bisa dikendalikan oleh superego. Keinginan Suami untuk balas dendam sangat besar, sehingga tak bisa dikalahkan oleh rasa sayangnya terhadap Istri. Rasa sayang Suami pada Istri berkurang karena keyakinan Suami bahwa Istri telah mengkhianati Suami, juga keyakinan bahwa Istri telah berhungan gelap dengan Sahabat.
Id menang karena bisa mengendalikan superego. Dalam hal ini ego yang muncul pada diri Suami yaitu Suami melakukan tindakan balas dendam dengan memberikan tekanan-tekanan pada Istri.

Suami       : Aku hanya ingin menolongmu. Tapi untuk itu perlu berterus terang, yang disembunyikan akan menjadi busuk. Aku ingin menyembuhkan.
Istri           : Aku tidak sakit, Pak…
Suami       : (Perlahan, tetapi dengan tekanan) Kau dengar lagi anak menangis?
Istri           : Tidak! Tidak!
Suami       : Jangan disembunyikan, aku ingin menolongmu. Waktu berjalan terus tanpa kata. Apa yang sudah lalu kau dengar sekarang. Kau ketinggalan sendiri di masa silam. Kau harus mengejar kami. Jangan tinggal di sana. Anak itu sudah mati, sudah lebih dari satu tahun.
Istri           : Jangan usik soal itu lagi!
Suami       : Kau sudah ketinggalan waktu lebih dari satu tahun
Istri           : Aku dengar tangis anak itu. Aku bersumpah! Aku dengar!
Suami       : Yang baru-baru ini kau pungkiri juga. Setelah lama barulah kau mengaku. Itu bagus sekali. Tandanya kau sadar akan kesendirianmu. Sendirian dalam waktu, dengan kenangan sebagai dunia sekitarmu. Kau harus lekas-lekas kembali, sebab kami terus maju. Jarak waktu antara kau dan kami semakin jauh.
Istri           : (Kehabisan tenaga) Sudahlah! Sudah! Aku tidak mendengar. (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Suami menekan Istri agar mau berterus terang mengenai sesuatu yang Suami yakini bahwa Istri belum mau berterusterang pada Suami. Sesuatu mengenai hubungan antara Istri dan Sahabat. Suamipun sering menekan Istri dengan hal-hal yang berkaitan dengan anaknya.
Istri sering mendengar suara anaknya yang sedang menangis. Pada awalnya Suami yang mengatakan mendengar suara tersebut pada Istri. Hingga akhirnya Istri terbayang-bayangi oleh suara tersebut. Sebernarnya Suami tak pernah benar-benar mendengar suara tersebut. Itu hanya salah satu cara Suami untuk menakut-nakuti sang Istri. Seperti yang tampak pada kutipan berikut.

Istri           : Ya. Tangis anakku, anakku yang telah mati (Seraya menunjuk Suaminya) Dia, dialah yang memeringatkan aku terhadap suara itu. Dialah yang mula-mula mendengar tangis itu, kemudian disampaikan kepadaku. (Diam sejenak) Kemudian datanglah kesangsian itu, kemudian suara itu.
Suami       : Kasihan. (Pada Sahabat) Tidak benar! Tidak benar, bahwa aku yang mulai mendengar suara itu. Itu hanya angan-angan saja. Tak dapat disesali dia. (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Dalam kutipan di atas terlihat bahwa Istri selalu mendengar anak menangis karena Suami yang memberitahukan mengenai suara itu. Tapi saat berbicara pada Sahabat, Suami tak mengakui bahwa ia pernah mendengar suara menangis. Itu hanya angan-angan saja.
Untuk memenuhi id dalam dirinya, Suami juga sering menekan Istri dengan mengingatkan Istri pada anaknya, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini.

Suami       : … Bukankah kata Dokter, anak itu mati karena mukanya telangkup ke bantal?
Istri           : Aku harap jangan bicarakan itu lagi!
Suami       : Begitu kata Dokter, bukan?
Istri           : Ya!
Suami       : Tak seorangpun dapat berbuat apa-apa. Tak seorangpun bersalah!
Istri           : (Tak bernada) Tak seorangpun. (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Dalam melancarkan aksi balas dendam, Suami memosisikan diri bukan sebagai dirinya melainkan sebagai orang lain, dalam hal ini sebagai Sahabat. Suami seakan bisa membaca pikiran Istri dan Sahabat. Hal itu terlihat dari surat-surat tanpa identitas yang dikirimkan Suami pada Istri. Namun, Istri malah mengira yang mengirim surat adalah Sahabat. Menurut Istri orang yang mengetahui tentang isi dari surat tersebut hanyalah Sahabat.

Istri           : Bersamaan waktunya dengan itu datanglah surat-surat itu, surat-surat yang berisi tuduhan. Surat dari satu-satunya orang yang sebenarnya dapat menolong aku. Surat dari kau! Oh, alangkah kejamnya. Kejam! Bahwa datangnya dari kau. Bahwa kau menuduhku!
Sahabat    : Apa yang telah kutuduhkan padamu?
Istri           : Bahwa aku telah membunuh anakku (Sunyi senyap)
Sahabat    : Itu tidak benar!
.…
Suami       : Apa isinya? (Sahabat lama memerhatikan Suami dengan pandangan curiga).
Sahabat    : (Geram) Kau pembunuh!
….
Suami       : Kau salah baca. Sudah kusangka. Di sini tertulis “Ibu Pembunuh”.
Istri           : Aku? Oh, lain tidak?
Suami       : Tidak.
Sahabat    : (Kepada Istri) Mesti ada yang mengetahui tentang anak kita. Ya, aku tak mau membisu lebih lama lagi . Kau tahu, bahwa aku cinta padamu. Jadi tak mungkin aku yang menulis surat-surat itu. Surat ini pun tidak! Aku tak berubah, aku tak menulis surat-surat itu, percayalah! Percayalah! (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Dalam kutipan di atas digambarkan bahwa surat-surat yang dikirimkan Suami pada Istri benar-benar sesuai dengan pikiran-pikiran Istrinya selama ini. Sehingga sang Istri menyangka bahwa Sahabatlah yang menulis surat itu. Namun, ketika surat itu dibaca Sahabat, ia menyangka bahwa Suamilah yang menulis itu. Di saat seperti itu, Sahabat terdorong emosinya sehingga mengakui bahwa anak yang telah meninggal adalah anaknya. Hal itu menunjukan bahwa dugaan Suami sebelumnya benar. Istri diam-diam berhubungan gelap dengan Sahabat. Dalam waktu seperti itu, ego Suami mulai merasa menang karena mereka sudah mulai mengakui kelakuan mereka waktu lalu di belakang Suami. Ego senang karena id sudah mulai terpenuhi
Ketika Sahabat akan membawa Istri pergi dari rumah Suami, Istri menolaknya Ia lebih memilih tetap tinggal bersama Suami. Istri merasa masih punya tanggungjawab untuk mengurus Suami yang sedang sakit. Dalam situasi seperti itu, Suami makin merasa senang karena kemenangannya hingga ia lupa mengulurkan tangan kanannya pada Sahabat. Dari sana terbongkarlah rahasia Suami bahwa sebenarnya Suami tidak lumpuh. Kelumpuhan Suami hanya dijadikan alat untuk menyempurnakan aksi balas dendamnya. Dan kelumpuhannya itu dijadikan sebagai alat persembunyian Suami, karena dengan keadaan lumpuh Suami tak mungkin dicurigai apapun.

Suami       : (Penuh kebencian dan sombong atas kemenangan) Biar dirasakan siksaanku sebelum yang kalian terima di neraka! (Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem)

Meskipun rahasia Suami telah terbongkar, Suami tetap merasa senang karena id dalam diri Suami yaitu ingin balas dendam telah terpenuhi. Suami telah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan Istri dan Sahabatnya. Dan Suami telah merasa cukup dengan siksaan yang Istrinya telah rasakan (bukan siksaan fisik, tapi siksaan batin).

b.   Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Aspek Psikologis Tokoh Suami Dalam Naskah Drama Suara-suara Mati
Munculnya aspek psikologis pada tokoh Suami dalam naskah drama Suara-suara Mati dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada faktor yang berasal dari dalam tokoh Suami itu sendiri dan ada pula faktor yang berasal dari lingkungannya. Faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.    Faktor biologis
Perbedaan usia Suami dengan Istri dan Sahabat membuat Suami tidak percaya diri. Perbedaan usia tersebut menyiksa batin Suami. Ia merasa takut kehilangan Istrinya karena Istri terlihat lebih cocok dengan Sahabat. Hal itulah yang pertama kali memunculkan kecurigaan-kecurigaan dalam diri Suami terhadap Istri dan Sahabat.

2.    Faktor sosial
Faktor sosial yang menyangkut status sosial dalam keluarga. Dalam hal ini status tokoh Suami sebagai seorang Suami dan tuan rumah yang seharusnya mendapatkan penghormatan. Tapi yang terjadi adalah Istri dan Sahabat semakin dekat. Di antara mereka bertiga sudah tak terlihat lagi mana orang yang berstatus tamu dan mana orang yang berstatus tuan rumah, karena memang mereka sudah sangat akrab. Bahkan persahabatannya sudah tritunggal. Sehingga Suami merasa harga dirinya sebagai Suami dan tuan rumah berkurang.

3.    Faktor Psikososial
Kedekatan Istri dan Sahabat sedikit banyak mempengaruhi kejiwaan Suami. Dan Suami sudah merasa bahwa ada hubungan gelap di antara Istri dan Sahabat. Hal tersebut membuat batin Suami tidak tenang. Hal itu jugalah yang mendorong Suami mencari cara untuk melakukan balas dendam kepada Istri dan Sahabat.


4.    Faktor emosi
Suami merasa kesal dan dikhianati oleh Istri dan Sahabat. Maka Suami mengungkapkan kekesalan dan kebenciannya dengan memberikan tekanan-tekanan batin pada Istrinya.

IV.   SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
  1. Naskah drama Suara-suara Mati merupakan naskah darama terjemahan. Pada naskah diceritakan tentang seorang suami yang pura-pura lumpuh untuk membalaskan dendamnya pada istri dan sahabat. Pada naskah ini juga dijelaskan bagaimana tekanan batin yang dirasakan istri.
b.      Berdasarkan teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yang membagi sistem kepribadian menjadi 3 yaitu id, ego, dan superego. Dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis dari tokoh Suami sangat kuat. Aspek ego dari Suami dapat memenuhi id Suami yang besar. Namun, superego dari Suami belum bekerja secara maksimal untuk mengendalikan id dari Suami. Hal tersebut menunjukan bahwa meskipun Suami merupakan seseorang yang harus menjaga dan menyayangi Istri, tetapi Suami tetap manusia biasa yang tidak bisa menerima dan diam saja jika dikhianati oleh seorang Istri.
  1. Munculnya gejala psikologis pada tokoh Suami dalam naskah drama Suara-suara Mati ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor biologis, faktor sosial, faktor psikososial, dan faktor emosi.


DAFTAR PUSTAKA

Naskah drama Suara-suara Mati, Manuel Van Loggem
Rejo, U. (2012). Teori psikologi sastra ala Sigmund Freud. [Online]. Tersedia pada http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/teori-psikologi-sastra-ala-sigmund-freud.
Wiyatmi. (2011). Psikologi sastra: teori dan aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

1 komentar: