Sabtu, 04 Februari 2017

Contoh Kajian Feminisme: Kedudukan Tokoh Ratih dalam Cerpen Aku, Ratih dan Kartini

  A.    Pendahuluan
Cerpen adalah cerita pendek, salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Cerpen merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh saja. Cerpen perlu dikaji untuk mengetahui inti permasalahan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya.

Cerpen Aku, Ratih dan Kartini merupakan salah satu cerpen yang berbalut nuansa feminisme. Beberapa bagian dapat dikupas rinci melalui kacamata feminisme. Feminisme yang menjadi kunci pada cerpen Aku, Ratih dan Kartini dapat dilihat dan dianalisis melalui tuturan dan tindakan dalam cerita cerpen tersebut. Penokohan menjadi gambaran yang jelas tentang seseorang yang tampil dalam sebuah cerita.

Cerpen Aku, Ratih dan Kartini dikatakan cerpen berbalut feminisme karena memposisikan perempuan sebagai subjek sentral. Suara kaum-kaum yang tertekan bahkan tertelan hak, pendapat dan perasaannya oleh kaum lain. Kaum lain ini tak lain adalah kaum yang telah digariskan secara agama tertentu menjadi kaum berposisi atas yaitu laki-laki. Hal tersebut tercermin pada cerpen Aku, Ratih dan Kartini yang mengeluarkan suara sesosok kaum perempuan dari jiwa-jiwa yang bergejolak sebagai akibat tertekan kaum lain.

  B.     Feminisme
Feminisme berasal dari Bahasa Inggris yakni kata Feminism yang berarti gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Menurut Kutha Ratih, feminisme secara etimologis berasal dari kata famme (woman), yang berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, sebagai kelas sosial.

Feminisme adalah faham atau aliran yang secara kontiniu menuntut persamaan atau menyetarakan hak wanita dengan laki-laki. Dalam hal ini wanita merasa telah ditindas oleh laki-laki.

Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan mengakibatkan perempuan dinomorduakan. Perbedaan tersebut tidak hanya pada kriteria sosial budaya. Asumsi tersebut membuat kaum feminis memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan dengan tujuan agar kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki.

Perjuangan kaum wanita untuk menyeratakan gender dengan kaum laki-laki adalah satu hal yang terus berkembang. Wanita akan terus membagi informasi serta pengetahuan kepada sesama wanita dari satu generasi ke generasi selanjutnya agar dapat mengambil hikmah, pelajaran, dan memotivasi diri agar kedepannya wanita mampu mengembangkan diri dalam persaingan di masyarakat, tanpa menghilangkan kodratnya sebagai wanita.

Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki.

  C.     Kedudukan Perempuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedudukan adalah tempat kediaman, tempat pegawai tinggal untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya, tingkatan atau martabat, status. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan perempuan adalah status atau martabat yangdimiliki perempuan di kehidupan masyarakat. Kedudukan perempuan bisa diartikan juga sebagai gender.

Menurut Oakley, gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin (sex) yang merupakan kodrat Tuhan, dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang.Menurut teori Marxis klasik, terjadinya perubahan status perempuan hanya dapat melalui revolusi sosialis dengan cara menghapus pekerjaan domestik (rumah tangga).

Gerakan kaum perempuan di Indonesia dibuka oleh pikiran-pikiran Kartini yang dituangkan melalui surat-surat kepada temannya, beberapa perempuan Belanda yang memiliki pikiran progresif. Pikiran-pikirannya mengandung perspektif berbeda tentang kesetaraan hubungan perempuan dan laki-laki dibandingkan pemikiran dominan kala itu.

Dia menyadari adanya perbedaan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki, dimana perempuan selalu dituntut untuk menjadi istri dan ibu yang baik. Selain itu Kartini banyak mengritik penindasan terhadap perempuan, seperti pembedaan dan pembatasan pendidikan perempuan serta kekerasan dalam pernikahan. Secara tegas putri Bupati Rembang itu menyebutkan bahwa pendidikan adalah syarat utama untuk membebaskan diri dari segala bentuk eksploitasi perempuan.

  D.    Kedudukan tokoh Ratih sebagai gadis solo
Di dalam proses perkembangan manusia terdapat konsep-konsep mengenai pembedaan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan dibedakan secara biologis dan secara sosial-budaya. Perbedaan secara biologis di antara keduanya dianggap sebagai hal yang natural sedangkan perbedaan secara sosial dianggap kultural.

Hal tersebut terjadi di masyarakat solo, seperti yang diceritakan dalam cerpen Aku, Ratih dan Kartini. Tokoh Ratih terlahir dari turunan keluarga ningrat di kalangan keraton Solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa. Dimana anak perempuan tidak bebas keluar rumah seperti layaknya laki-laki. Anak perempuan tidak boleh melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut ditunjukan oleh tokoh Ratih dalam cerpen Aku, Ratih dan Kartini. Pergaulan Ratih sangat terbatas yakni hanya bergaul dengan orang-orang dalam (keraton) saja.

R.A. Ratih Sanggarwuni begitu nama lengkapnya. Terlahir dari turunan keluarga ningrat di kalangan keraton Solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa. Di daerah Solo, keluarganya masih tergolong bangsawan yang cukup dihormati masyarakat. Kehidupan remajanya jelas dilewati dengan perkembangan zaman yang kelewat modern namun tetap tidak mampu menembus dinding pembatas bernama kebudayaan. Sebagai keluaraga pembesar, otomatis orangtuanya masih bersikap kaku dan keras. Kurang bisa diajak bermusyawarah dan terlalu otoriter. Gaya lama ini tidak lain dan tidak bukan adalah perwujudan pengasuhan anak yang masih kuno dan ketinggalan zaman.

Betapa terkekang kehidupan Ratih sebagai anak bangsawan. Bahkan saat ingin melanjutkan pendidikanpun begitu sulit. Ia harus melawan budaya yang selama ini tertanam di masyarakat keraton solo. Dalam cerpen tersebut juga, diceritakan bahwa tokoh Ratih sebagai perempuan yang penurut. Ia selalu menuruti apa yang diinginkan oleh ayahnya. Meski ia ingin menolak tapi ia tak kuasa untuk melakukannya. Hal itu menegaskan bahwa perempuan selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh orang lain. Meskipun apa yang diperintahkan melawan kehendak hatinya. Perempuan tidak bisa melawan.

“Ratih, kamu jangan melawan !” bentak ayahnya. “Ratih tidak melawan, Yah…Ratih..” ”Sudah,cukup ! Kamu masuk saja sana ke dalam” Ratih berhenti bersikeras. Meski dengan muka merengut, Ratih tetap patuh pada ayahnya. Ia masuk ke dalam dan pergi mengadu ke tempat ibunya.

Pada akhir cerita tokoh Ratih bisa mewujudkan apa yang diinginkannya. Ia telah berhasil keluar dari budaya yang selama ini mengekang kehidupannya. Ia bisa melanjutkan pendidikan sebagaimana layaknya kaum laki-laki. Meski pada dasarnya ia dapat berhasil karena budaya yang mengekangnya telah melemah dalam hal ini ayahnya telah meninggal.

“Tidak apa-apa, Bu. Biar saya lanjutkan sebentar”, katanya. “Mungkin teman-teman sangat bertanya-tanya kenapa sekarang saya boleh bersekolah ? Saya saja tidak tahu harus bagaimana merasakannya ? Entah saya harus senang atau sedih bisa bersekolah. Karena beberapa bulan setelah kejadian itu, kesehatan Ayah saya memburuk akibat penyakit jantung yang dideritanya. Dan, tak lama kemudian beliau wafat. Tragis ya, aku bisa bersekolah karena ayahku sudah meninggal”, kalimatnya berakhir dengan gemetar.

  E.     Simpulan
Feminisme adalah faham atau aliran yang secara kontiniu menuntut persamaan atau menyetarakan hak wanita dengan laki-laki, bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, sebagai kelas sosial.

Dalam cerpen Aku, Ratih dan Kartini memunculkan tokoh utama seorang perempuan, Ratih. Ratih hidup dalam kekangan budaya keraton solo yang masih memegang erat kebudayaan lama. Perempuan tidak bebas bergaul dengan orang lain dan tidak perlu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi. Hingga pada akhirnya tokoh Rtaih membuktikan bahwa perempuan bisa menyetarai kedudukan laki-laki yaitubisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar