Jumat, 03 Februari 2017

Contoh Kajian Prosa Fiksi: Kajian Struktural Todorov Cerpen Aku, Ratih dan Kartini



  A.    Sinopsis
Aku sedang menjelaskan teori tentang kebebasan di depan siswaku. Tiba-tiba seorang siswa mengangkat tangannya, dan bercerita tentang kehidupan yang ia alami di keluarganya. R. A. Ratih Sanggawuni, begitu nama lengkapnya. Terlahir dari keluarga ningrat di kalangan keraton solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa. Ia hidup di zaman modern, namun sebagai keluarga pembesar, orang tuanya masih bersikap kaku dan keras yang terwujud dalam pengasuhan anak yang masih kuno dan ketinggalkan zaman.

Saat ratih masuk SD, ia sangat senang. Karena masa kecilnya tidak mengenal dunia luar. Saat masuk SD, kebebasan itu mulai dirasakannya walau hanya sedikit.

Suatu hari, menjelang peringatan hari kartini, wali kelasnya bercerita tentang salah seorang pahlawan wanita, RA. Kartini. Cerita itu mengilhaminya untuk mulai menyadari bahwa ia perlu melakukan sesuatu demi dirinya sendiri, yakni berjuang untuk kebebasan.

Ratih tidak pernah menduga bahwa masa-masa kartini belum usai. Karena seusai ratih lulus SMP, ia tidak diperbolehkan masuk ke SMU. Ratih membantahnya, karena ia ingin belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, akhirnya ratih menurut juga kepada ayahnya.

Setelah selesai bercerita, teman sekelasnya bertanya tentang mengapa ratna sekarang bisa masuk SMU, Ratih menjawab, ia bisa sekolah karena beberapa bulan setelah kejadian itu, kesehatan ayahnya memburuk akibat penyakit jantung. Dan tak lama kemudian ayahnya meninggal. Tragis, ratih bisa bersekolah karena ayahnya sudah meninggal.

  B.     Analisis Alur(fungsi utama) dan Pengaluran(sekuen)
1.    Analisis Alur
a.    Perincian fungsi utama
F1:         Penjelasan aku di depan kelas tentang teori perbedaan.
F2:       Acungan tangan seorang siswi kepada gurunya bertanya apakah dia boleh bercerita tentang kehidupannya.
F3:        Diijinkannya ratih untuk bercerita oleh gurunya.
F4:        Mulai berceritanya ratih di dalam kelas.
F5:        Terlahirnya ratih dari keturunan keluarga ningrat di kalangan keraton Solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa.
F6:         Pengasuhan ratih oleh orang tuanya dengan cara kuno dan cenderung kaku dan keras.
F7:        Tumbuhnya Ratih menjadi gadis cilik Jawa yang anggun, sesuai dengan gelar darah biru yang disandang keluarganya.
F8:         Masuknya ratih ke sekolah dasar dekat rumahnya.
F9:         Penyambutan hari kartini di sekolah dasar ratih waktu kelas tiga.
F10:     Berceritanya wali kelas ratih tentang salah seorang pahlawan wanita, R.A.Kartini.
F11:   Pertanyaan wali kelas Ratih tentang emansipasi wanita sudah disikapi atau belum di daerah jawa.
F12:   Diamnya ratih karena belum tahu jawaban dari pertanyaan wali kelasnya, lebih tepatnya ia belum merasakan emansipasi.
F13:  Dipanggilnya Ratih oleh ayahnya setelah merayakan ulang tahun Ratih yang ke lima belas.
F14:     Dilarangnya Ratih untuk melanjutkan sekolah ke SMU oleh Ayahnya.
F15:     Pembelaan Ratih atas dirinya agar bisa melanjutkan sekolah.
F16:     Bentakkan ayah kepada Ratih agar Ratih jangan melawan.
F17:     Selesainya Ratih bercerita tentang kehidupannya.
F18:     Bertanya seorang siswa kepada Ratih, kenapa Ratih sekarang bisa sekolah di SMU.
F19:     Jawaban Ratih atas pertanyaan temannya, ia bisa sekolah karena Ayahnya terkena penyakit jantung dan meninggal dunia sebelum Ratih masuk SMU.

b.    Bagan fungsi utama

c.    Deskrifsi Alur
Aku adalah seorang guru di sebuah kelas, aku menjelaskan sebuah teori tentang kebebasan di depan murid-muridku. Ada seorang murid, ia bernama Ratih. Saat aku bercerita tentang kebebasan, ia mengangkat tangan ingin bercerita tentang kehidupannya yang sejalan dengan apa yang dibahas olehku saat ini.

Ratih terlahir dari turunan keluarga ningrat di kalangan keraton Solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa. Hal tersebut membuat orangtuanya bersikap kaku dan keras serta berwujud pada pengasuhan anak yang masih kuno dan ketinggalan zaman. Rasa ingin melindungi dan pengajaran dari orangtuanya yang terlalu berlebihan membuat Ratih tidak diijinkan keluar rumah.

Saat ratih masuk SD, ia sangat bahagia karena dapat merasakan hidup di luar rumah dan dapat bergaul dengan teman sebayanya. Ketika Ratih duduk di bangku kelas 3 SD, menjelang peringatan Hari Kartini 21 April Ratih mendengar sebuah cerita yang membuat ia perlahan menyadari bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk dirinya. Seperti RA. Kartini yang memperjuangkan keadilan gender dan emansipasi wanita. Dengan serius Ratih mendengarkan kisah perjuangan RA Kartini yang diceritakan oleh gurunya.

Setelah selesai bercerita, gurunya bertanya mengenai emansipasi wanita di daerah jawa, Ratih bingung, iabelum tahu apakah emansipasi wanita itu sudah dilaksanakan di daerah jawa atau belum. Karena Ratih pun belum merasakannya.

Saat Ratih selesai merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas, ayah Ratih memanggilnya. Ayah Ratih melarang Ratih untuk melanjutkan sekolah ke SMU dengan alasan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dan adat-istiadat. Perempuan tidak perlu bersekolah terlalu tinggi. Perempuan hanya perlu tahu cara mengasuh anak dan keluarga. Ratih melawan ayahnya, ia tetap ingin melanjutkan sekolah. Ratih merasa bahwa kebiasaan dan adat istiadat bisa dirubah, apalagi sekarang sudah jaman modern. Namun ayahnya tetap tidak mengijinkan Ratih untuk bersekolah lagi, dan Ratih tidak bisa melawannya.

Aku terkesima mendengar penuturan Ratih, aku kira kisah seperti itu hanya terjadi pada zaman dulu. Namun, ternyata masih ada perempuan yang tersiksa karena ideologi lama.

Saat Ratih berhenti bercerita, ada seorang murid yang bertanya mengapa sekarang Ratih bisa sekolah di SMU. Ratih menjelaskan bahwa beberapa bulan setelah ayahnya melarang Ratih untuk bersekolah, ayah Ratih sakit jantung dan kemudian meninggal. Sungguh tragis, seorang gadis belia harus menerima kenyataan bahwa ia bisa melaksanakan keinginannya untuk bersekolah setelah ayahnya meninggal terlebih dahulu.

2.    Analisis Pengaluran
a.    Perincian sekuen
S1:         Penjelasan aku di depan kelas tentang teori perbedaan.
S2:         Acungan tangan seorang siswi kepada gurunya bertanya apakah dia boleh bercerita tentang kehidupannya.
S3:         Dikatakannya oleh Ratih bahwa ceritanya akan memperkuat teori yang dijelaskan oleh gurunya.
S4:         Diijinkannya ratih untuk bercerita oleh gurunya.
S5:         Mulai berceritanya ratih di dalam kelas.
S6:         Terlahirnya ratih dari keturunan keluarga ningrat di kalangan keraton Solo yang masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaan jawa.
S7:         Pengasuhan ratih oleh orang tuanya dengan cara kuno dan cenderung kaku dan keras.
S8:         Tumbuhnya Ratih menjadi gadis cilik Jawa yang anggun, sesuai dengan gelar darah biru yang disandang keluarganya.
S9:         Tidak diijinkannya Ratih untuk bermain keluar rumah.
S10:     Masuknya Ratih ke sekolah dasar dekat rumahnya.
S11:     Penyambutan hari kartini di sekolah dasar ratih waktu kelas tiga.
S12:     Berceritanya wali kelas ratih tentang salah seorang pahlawan wanita, R.A.Kartini.
S13:     Lahirnya RA Kartini sebagai bangsawan jepara yang tumbuh di lingkungan yang sangat kental memahami dan mempraktekkan adat-istiadat Jawa.
S14:     Sedikitnya waktu yang dihabiskan RA Kartini bersama ibunya, Ngasirah.
S15:     Interaksi efektif dirasakan RA Kartini bersama para pengasuhnya.
S16:     Sibuknya Ayah Kartini dengan urusan keraton dan masyarakat, namun melupakan urusan keluarga.
S17:     Diterimanya nilai-nilai kultural oleh kartini dari para pengasuhnya yang kemudian menentukan identifikasi dirinya.
S18:     Sadarnya Kartini terhadap kondisi lingkungan masyarakat di sekitarnya.
S19:     Sekolahnya Kartini di sekolah pembesar selama usia 6-12 tahun merupakan pengalaman khusus di saat ia membentuk landasan pola pikir konfrontasi terhadap keresahan yang selama ini ia rasakan, ketidakadilan. Ketidakadilan, hanya karena ia seorang perempuan.
S20:     Sadarnya Kartini terhadap konsep pembawaan dirinya dan orang lain, yang harus menurut pada perbedaan gender di kalangan masyarakatnya.
S21:     didirikannya sekolah-sekolah untuk rakyat dan wanita oleh Kartini semasa pergerakan nasional.
S22:     Diberikannya nilai-nilai baru kepada wanita Jawa oleh Kartini, agar jangan hanya mau bergerak di rumah.
S23:     Dibukukannya kumpulan surat-surat Kartini bersama teman penanya Stella – seorang Belanda – dan surat-suratnya yang lain, dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
S24:     Berkembangnya emansipasi wanita yang Kartini bentuk sangat pesatsetelah kemerdekaan.
S25:     Percayanya semua orang bahwa Kartini pasti bahagia, karena buah pikiran dan perjuangannya telah mengantarkan wanita kepada kedudukan yang sejajar dengan laki-laki di masa kini.
S26:     Tersenyumnya Ratih setelah mendengar cerita RA Kartini, seolah mendapat kekuatan baru untuk bergerak.
S27:     Pertanyaan wali kelas Ratih tentang emansipasi wanita sudah disikapi atau belum di daerah jawa.
S28:     Diamnya ratih karena belum tahu jawaban dari pertanyaan wali kelasnya, lebih tepatnya ia belum merasakan emansipasi.
S29:     Dipanggilnya Ratih oleh ayahnya setelah merayakan ulang tahun Ratih yang ke lima belas.
S30:     Dilarangnya Ratih untuk melanjutkan sekolah ke SMU oleh Ayahnya.
S31:     Pembelaan Ratih atas dirinya agar bisa melanjutkan sekolah.
S32:     Bentakkan ayah kepada Ratih agar Ratih jangan melawan.
S33:     Berhentinya Ratih bersikeras melawan ayahnya.
S34:     Selesainya Ratih bercerita tentang kehidupannya.
S35:     Bertanya seorang siswa kepada Ratih, kenapa Ratih sekarang bisa sekolah di SMU.
S36:     Jawaban Ratih atas pertanyaan temannya, ia bisa sekolah karena beberapa bulan setelah ayahnya melarang melanjutkan sekolah Ayahnya terkena penyakit jantung dan meninggal dunia sebelum Ratih masuk SMU.

b.    Bagan sekuen
  C.     Analisis Tokoh dan Latar
1.    Tokoh
a.    Aku
Ditinjau dari segi jenis tokoh, tokoh Aku termasuk ke dalam tokoh pembantu. Karena tokoh Aku jarang muncul dalam cerita, tetapi menjadi tokoh yang menceritakan/menggambarkan kisah yang terjadi dalam cerita.

Berdasarkan metode gramatik, dapat kita ketahui bahwa tokoh Aku memiliki watak yang baik, berbudi luhur dan bijak.

“Tentu, apa ada hal yang ingin kamu koreksi ?”, aku mencoba bersikap demokratis. Bagiku memiliki siswa-siswi yang kritis dan vokal adalah dambaan bagi kemajuan pendidikan bangsa ini.

Berdasarkan metode diskursif, tokoh aku berwatak demokratis dan bijaksana.

“…aku mencoba demokratis.”
“…sebagai gurunya tentu aku tidak akan memaksa.”

b.    Ratih
Tokoh Ratih dalam cerita apabila ditinjau dari segi jenis tokoh termasuk ke dalam tokoh utama. Karena tokoh Ratih sering muncul di dalam cerita tersebut. Dan kisah hidup tokoh ini juga yang menjadi garis besar dalam cerita.

Berdasarkan metode gramatik, tokoh Ratih mempunyai watak yang baik dan sopan

“Maaf Ibu! Boleh saya bertanya?”

Berdasarkan metode diskursif, tokoh ratih berwatak penurut

“Dan, sebagai seorang anak Rtaih tentu menurut kepada kedua orang tuanya.”

Jika dilihat dari segi sosiologisnya, tokoh Ratih merupakan keluarga ningrat

“Terlahir dari turunan kelurga ningrat di kalangan keraton solo….”

Berdasarkan dimensi fisiologis tokoh tokoh, Ratih merupakan seorang perempuan yang anggun.

“Ratih lahir sebagai seorang perempuan.”
“Ratih tumbuh menjadi gadis cilik jawa yang anggun, sesuai dengan gelar darah biru yang disandang keluarganya.”

c.    RA Kartini
Dilihat dari segi jenis tokoh, tokoh RA Kartini merupakan tokoh pembantu. Karena tokoh tersebut muncul dalam cerita tokoh lain dan kisahnya tidak terlalu dominan. Berdasarkan dimensi sosiologisnya, tokoh RA Kartini merupakan bangsawan jepara.

“Lahir sebagai bangsawan jepara.”

 d.   Prabowo
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai Prabowo merupakan tokoh pembantu. Prabowo merupakan Ayah Ratih. Berdasarkan metode diskursif, tokoh ini bersikap kaku dan keras serta keras.

“….masih bersikap kaku dan keras.”
“kultur Jawa yang keras adalah metode yang dipilih Prabowo untuk memilih anaknya.”
“Kali ini dengan nada sangat tegas.”

Berdasarkan metode gramatik, tokoh Prabowo mempunyai perilaku yang masih kuno.

“ini sudah menjadi kebiasaan dan adat-istiadat kita, Ratih. Perempuan tidak perlu bersekolah terlalu tinggi. Perempuan hanya perlu tahu cara mengasuh anak dan keluarga. Bukankah dari kecil, mbahmu sering berkata demikian.”

e.    Ibu
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai Ibu merupakan tokoh pembantu. Jika dilihat dilihat dari metode diskursif, tokoh tersebut memiliki watak yang lembut.

“…kata ibunya lembut.”

f.     Siswa
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai siswa merupakan tokoh pembantu. Dilihat menggunakan metode gramatik, tokoh ini mempunyai sifat yang penasaran, karena siswa ini suka bertanya.

“Tiba-tiba ada siswa yang bertanya,….”
“Pertanyaan cerdas, dan Cuma satu orang yang memikirkannya.”

g.    Ngasirah
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai Ngasirah merupakan tokoh pembantu.  Ngsirah merupakan ibu dari RA Kartini. Dilihat dari dimensi sosiologis tokoh, Ngasirah merupakan seorang selir.

“Relatif sedikit waktu yang beliau habiskan bersama ibunya, Ngasirah. Hal ini dikarenakan Ngasirah bukanlah isteri utama-atau disebut selir-sehingga ia tinggal di luar keraton.”

h.    Ayah Kartini
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai ayah Kartini merupakan tokoh pembantu. Jika ditinjau dari metode diskusif, tokoh ini memiliki watak yang tidak peduli pada urusan keluarga.

“Dan Ayah Kartini begitu sibuk dengan urusan keraton dan masyarakat, malah melupakan urusan terpenting, yaitu keluarga.”

i.      Para pengasuh RA Kartini
Berdasarkan jenis tokoh, tokoh yang berperan sebagai para pengasuh RA Kartini merupakan tokoh pembantu atau tokoh sampingan.

2.    Latar
a.    Latar tempat yang terdapat dalam cerpen ini yaitu ruangan kelas, daerah solo dan beranda rumah Ratih.
“Tiba-tiba seorang siswi di pojok kanan ruangan mengangkat tangannya….”
“Di daerah solo, keluarganya masih tergolong bangsawan yang cukup dihormati masyarakat.”
“….setelah Ratih merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas memanggilnya ke beranda.”

b.    Latar waktu yang terdapat dalam cerpen ini yaitu suatu hari, suatu malam
“Suatu hari, menjelang peringatan Hari Kartini 21 April ….”
“Ayah Ratih pada suatu malam….”

c.    Latar suasana yang terdapat dalam cerpen ini yaitu hening dan tragis.
“Suasana kelas hening.”
“Tragis ya, aku bisa bersekolah karena ayahku sudah meninggal.”

  D.    Gaya Penceritaan
1.    Modus
a.    Jenis penceritaan
Di dalam cerpen “Aku, Ratih dan Kartini” Karya Puja Pramudya ini, jenis penceritaan menggunakan pencerita intern. Pencerita intern yaitu pencerita yang hadir di dalam teks dan mengambil posisi sebagai tokoh/sudut pandang orang pertama. Maksudnya, si pencerita ikut berperan di dalam teks. Hal tersebut tergambar pada penggalan cerita berikut.

Tiba-tiba seorang siswi di pojok kanan ruangan mengangkat tangannya dan berkata. “Maaf Ibu ! Boleh saya bertanya ?”
“Yak,silahkan”
“Apa saya boleh memperkuat teori ibu tersebut dengan cerita saya ?”, siswi itu terkesan tahu lebih banyak tentang hal yang baru saja aku sampaikan.
“Tentu, apa ada hal yang ingin kamu koreksi ?”, aku mencoba bersikap demokratis. Bagiku memiliki siswa-siswi yang krtis dan vokal adalah dambaan bagi kemajuan pendidikan bangsa ini. Betapa aku menyenangi saat-saat dimana aku harus berdiskusi dan beradu fikir dengan siswa-siswiku.

Seperti yang tergambar dalam penggalan cerita di atas, jelas bahwa si pencerita ikut terlibat/berperan di dalam teks.

b.    Tipe pencerita
Dalam cerpen Aku, Ratih dan Kartini terdapat beberapa tipe pencerita, yaitu sebagai berikut.
1)   Wicara yang dilaporkan
“Ayah sudah bicara dengan ibumu, dan ibumu setuju dengan keputusan ayah. Kamu tidak usah melanjutkan pendidikanmu ke SMU”.
 “Baik, terima kasih Ratih…cerita kamu barusan sangat membantu kita disini untuk lebih memahami pelaksanaan dari nilai-nilai emansipasi wanita pada zaman sekarang ini”
“Bagaimana Ratih, apa kamu masih ingin berbagi cerita ?“, sebagai gurunya tentu aku juga tidak akan memaksa.
“Baik, terima kasih Ratih…cerita kamu barusan sangat membantu kita disini untuk lebih memahami pelaksanaan dari nilai-nilai emansipasi wanita pada zaman sekarang ini”

2)   Wicara yang dialihkan
“Tidak apa-apa, Bu. Biar saya lanjutkan sebentar”, katanya. “Mungkin teman-teman sangat bertanya-tanya kenapa sekarang saya boleh bersekolah ? Saya saja tidak tahu harus bagaimana merasakannya ? Entah saya harus senang atau sedih bisa bersekolah. Karena beberapa bulan setelah kejadian itu, kesehatan Ayah saya memburuk akibat penyakit jantung yang dideritanya. Dan, tak lama kemudian beliau wafat. Tragis ya, aku bisa bersekolah karena ayahku sudah meninggal”, kalimatnya berakhir dengan gemetar.
3)   Wicara yang dinarasikan
R.A. Kartini tercatat sebagai orang yang giat mengedepankan keadilan gender dan emansipasi wanita. Lahir sebagai bangsawan Jepara, Kartini tumbuh di lingkungan yang sangat kental memahami dan mempraktekkan adat-istiadat Jawa. Tahun-tahun awal kehidupannya merupakan saat yang penting dalam proses pemahaman dan pemaknaan identitasnya kelak.
Relatif sedikit waktu yang beliau habiskan bersama ibunya, Ngasirah. Hal ini dikarenakan Ngasirah bukanlah isteri utama – atau disebut selir – sehingga ia tinggal di luar keraton. Bentuk interaksi yang efektif justru Kartini rasakan bersama para pengasuhnya. Ayahnya ? Sama saja. Meski feodalisme telah runtuh bersamaan dengan Revolusi Prancis, namun sistem itu masih belum punah total dari tanah Jawa. Dan Ayah Kartini begitu sibuk dengan urusan keraton dan masyarakat, dan malah melupakan urusan terpenting, yaitu keluarga. Dari para pengasuhnya inilah, Kartini menerima banyak nilai-nilai kultural yang kelak menentukan identifikasi dirinya.

2.    Kala/waktu
Waktu dunia yang digambarkan
1)   Suatu hari
“Suatu hari, menjelang peringatan Hari Kartini 21 April ….”
2)   Suatu malam
“Ayah Ratih pada suatu malam….”

3.    Sudut Pandang
      Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah First-person-peripheral atau sudut pandang orang pertama sebagai pembantu atau disebut sebagai akuan-tak sertaan, yakni sudut pandang di mana tokoh aku hanya menjadi pembantu yang mengantarkan tokoh lain yang lebih penting. Dalam hal ini tokoh Aku menceritakan kehidupan Ratih yang berperan sebagai tokoh utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar